Monday, December 27, 2010

Menembus Pengamanan Ketat ke Tembagapura


KOMPAS.com — Jika bertolak dari Timika menuju Tembagapura, Papua, dengan menggunakan bus, jangan heran jika melihat beberapa lelaki berseragam hitam, bersenjata laras panjang dengan disertai rompi antipeluru duduk di antara penumpang.

Dilihat sepintas, penampilan mereka mirip dengan Detasemen Khusus 88 yang saat ini menjadi pasukan yang populer di tengah masyarakat. Mereka memang bukan anggota Densus, melainkan anggota Satuan Tugas Amole, yang terdiri dari anggota Brimob Polda Papua dan TNI.

Satuan ini jumlahnya sekitar 800 orang. Tugasnya, menjamin rasa aman penduduk sipil yang bepergian menggunakan kendaraan darat dari Timika menuju Tembagapura atau sebaliknya. Satuan ini dibentuk menyusul terjadinya serangkaian penembakan terhadap karyawan PT Freeport Indonesia pada pertengahan 2009 lalu.

Untuk menjamin rasa aman itulah, setiap bus dikawal tiga anggota Satgas bersenjata lengkap. Mereka biasa duduk di sebelah sopir, bagian depan, dan bagian belakang bus.

Ketika tim Bravo Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia hendak ke Tembagapura, Jumat (16/4/2010) pagi, pasukan ini pun mengawal ketat. Selain petugas dalam bus, terdapat tiga mobil lainnya yang berisi tiga sampai empat petugas mengawal perjalanan tim.

Wartawan Kompas Harry Susilo yang tergabung dalam tim yang akan mendaki ke Cartenz Pyramid itu melaporkan untuk Kompas.com, selama di dalam bus, anggota Satgas itu senantiasa bersiaga. Sambil mengacungkan senjata ke luar jendela, pandangan mereka menyapu setiap sudut di sepanjang jalan berkerikil dengan jarak sekitar 70 kilometer itu.

"Para penembak itu biasanya berada tidak jauh dari tepi jalan," kata salah satu anggota Satgas Amole mengenai kesiagaan itu. Yang dimaksud dengan para penembak itu adalah sekelompok orang yang sudah beberapa kali melancarkan penembakan terhadap kendaraan yang mengangkut karyawan PT Freeport Indonesia.

Selain dikawal, bus berisi penumpang yang hendak melintasi jalan di dalam kawasan Freeport biasanya juga konvoi untuk meminimalkan adanya kejahatan di jalan. "Setidaknya ada 14 bus yang konvoi untuk sekali jalan," ucap Narniur Erelak, Corporate Communications Staff PT Freeport Indonesia, saat menerima tim.

Pengawalan ketat dan antisipasi itu memang bukan tanpa alasan. Apalagi, serangkaian penembakan yang terjadi di jalur Freeport itu telah menyebabkan tiga orang tewas dan beberapa lainnya luka. Dengan penjagaan ketat, kejadian itu diharapkan tidak lagi terulang.

0 comments:

Post a Comment

FREE Hosting by CO.NR